Selasa, 14 Oktober 2014

JAWABAN KERINDUAN

JAWABAN KERINDUAN

“Seperti inikah Jawaban dari setiap kerinduan,
Jawaban dari setiap sesak yang semakin menyesakkan,
Haruskah ku menghakimi waktu
Untuk diriku yang terlalu takut menghadapi kenyataan hidup
Jika seperti ini jawaban kerinduan
Kumemilih untuk tidak mendapat jawaban dari-Mu”

Pagi itu, disebuah pegunungan yang tepat berada di pinggiran kota jember tepatnya di sucopangepok, gadis kecil berusia sekitar 7 tahun melangkahkan kakinya seiring dengan semilir dinginnya udara pagi pegunungan yang masih menusuk, masitoh bersama sepatu lusuhnya dan tas yang terbuat dari kantongan plastik yang berisi karung bekas dan sebuah buku tulis dan pensil ia bergegas meninggalkan gubug tua yang reot termakan usia dan tak terurus. Perjalanan yang perlu ditempuh untuk ke sekolah sekitar 3 km dari gubuk tempat ia tinggal.

Masitoh atau biasa disapa itoh merupakan seorang gadis cilik yang telah ditinggal cerai oleh kedua orang tuanya, ibu dan ayahnya telah menikah kembali dan ia bertekad untuk tidak mengikuti orang tuanya karena alasan sebuah cinta yang tulus untuk mengabdi kepada sang nenek yang telah berbau tanah.
Dengan langkah penuh semangat itoh menuju sekolahnya dengan harapan dapat mengubah nasibnya kelak, dan menjadikan kedua orang tuanya bangga dan yang pasti sang nenek tidak hidup digubuk tua lagi.
****
Toh, kamu lagi ngapain?? Bukannya kamu mau balik ke kampungmu ?
Masitoh yang masih melamun mengenang masa lalunya kini tersadar oleh panggilan teman kosnya marni.
Iya , ni sudah siap-siap untuk berangkat.
Kamu tidak membawa sepatu keberuntunganmu??
masyAllah saya lupa, mar. Terima kasih telah mengingatkan
Sebuah sepeda motor berhenti di depan kosannya, ia adalah yusri teman kampusnya yang akan mengantarkan masitoh ke terminal bus untuk melanjutkan perjalanannya dari jakarta menuju terminal bus rawamangun jakarta . Didalam perjalannanya menuju terminal bus masitoh kembali pada lamunannya saat ia masih tinggal bersama neneknya, dimana terkadang dalam sehari mereka hanya bisa makan sehari karena sayuran yang didapatkan dari lahan pertanian yang kurang atau bisa saja sang pemilik kebun yang tidak mau membagi sayurannya yang tidak layak jual dipasaran. Menjadi pemulung sayuran sisa panen sangatlah sulit, disaat beruntung bisa menemukan sayuran yang masih cukup baik sehingga dapat dijual atau ekntang yang kecil namun tidak busuk, toh sayuran itupun masih dapat ditukar dengan sesuap nasi.
‘tanpa terasa air mata masitoh mengalir, mengapa tidak, ia telah meninggalkan neneknya selama kurang lebih 15 tahun tanpa kabar sedikitpun dan hari ini akan kembali kekampung halamannnya untuk memperlihatkan ijazah sarjana yang telah digenggamnya.
Andaikan saat itu ia mampu membiayayi biaya sekolah dit tidak akan mau ikut dengan ibunya yang hidup dijakarta bersama ketiga adik tirinya. Tapi karena alasan pendidikan maka ia mau mengikuti ibunya dan ibunyapun kini telah menjadi seorang pegawai disebuah perusahaan swasta dengan penghasilan yang cukup untuk membiayayai sekolah itoh dan ketiga adik-adikku sehingga ia bisa mengirimkan sedikit uang ke neneknya di kampung.
Ingatan masa lalu besama nenek untuk berjuang hidup selalu terngiang dan kehidupan itu mulai membaik saat ibu mulai bangkit dari keterpurukanya akibat perceraian.
“Bus rute jember menjadi incaranku, harga yang murah pastinya menjadi”
“tiket ke jember ya pak”
“harganya 75.000 neng”
“ngga ada kelas yang lebih murah pak??
“semua sudah penuh neng, yang tersisa hanya bus Suspensi Air”
Itoh kemudian menghitung kembali perbekalan dompet, mengkalkulasikan kembali pengeluaran yang akan dilakukannya untuk belanja baju buat sang nenek. Setelah berpikir lama kemudian iapun meyetujuai harga tiket tersebut, rindu yang tak tertahankan selama bertahun-tahun menghilangkan prinsip irit yang selalu dilakukannya saat belanja.
“bush..bush..bushh” hembusan asap hitam keluar dari kenalpot bus yang ditumpanginya, dengan laju yang cukup kencang, tapi itoh masih merasa gelisah dengan laju bus tersebut, dikarenakan ingin segera tiba perjalanan tersebut terasa begitu lama.  Entah mengapa terbersit sekelabat rasa cemas, gundah yang berkelabat dibenaknya.
“oh, mungkin inilah bentuk keriduan yang telah tertahankan begitu lama”
Kerinduan ini telah tertunda beberapa kali akibat kesibukan yang tidak dapat diindahkan sehingga ia baru sempat untuk kembali saat ini.
“Laju bus memburu bersama ingatan-ingatan tentang masa lalu, ujar masitoh dalam benaknya”
Akhirnya tibalah masitoh di stasiun bus kota jember, kebetulan stasiun tersebut berdekatan dengan pasar, maka masitoh menyempatkan diri untuk berbelanja sedikit oleh-oleh buat nenek dan melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum ke sucopangepok.
Dengan tergesa-gesa masitoh melangkahkan kakinya menyeberang jalan. Disudut jalan ia melihat seorang nenek rentah yang juga akan menteberangi jalan tersebut, nampaknya ia sedikit lelah sehingga saat melangkahpun kakinya seakan diseret.
“raut wajah itu sepertinya tak asing bagiku???” ucap itoh
Namun karena jarak yang agak jauh dan kerudung nenek yang menutupi sebagian wajahnya membuat masitoh ragu akan ingatannya terhadap raut wajah tersebut, ditambah lagi ia sedang terburu-buru menuju angkutan umum yang sedari tadi menunggunya diseberang jalan.
“itoh, itoh....”
Ada suara yang parau terdengar ditelingah itoh namun karena terburu-buru itoh tak menepiskan panggilan tersebut. Itohpun naik ke angkot namun matanya tetap tertangkap pada raut nenk tua itu, nampaknya sang nenek akan menyeberangi jalan sebab ia tampak sedikit tegang hendak menyeberangi jalan yang dipenuhi laju kendaraan beroda 2 dan 4, belum sempat masitoh memperhatikan langkah sang nenek angkot telah melaju mengantarkanya ke gubuk masa lalunya.
Deru mesin dan laju kendaraan mengiringi deru kerinduan yang mencekik kerongkongan itoh, menanti tibanya waktu untuk melepaskan setiap cekikan kerinduan yang tertahan selama berathun-tahun, deruan ingatan masa lalu yang hendak segera dituntaskan melalui pertemuan. Langkah yang sedikit terseok dan tergessa-gesa segera mengantarkan itoh berada di depan pintu yang sama dimasa kecilnya, lapuk serta rayap tak dapat terhindarkan menjadikan gambar yanga ada dihadapannya total seperti klise hitam putih.
“Assalamu Alaikum nek, ini itoh nek”
“nek, ini itoh nek”
Dari dalam terdengar sedikitpun suara, kemudian tiba-tiba seseorang dari belakang gubuk muncul.
“oh. Itoh, kapan kamu datang nak??? Nenekmu sedang kepasar menjual kentang”
“oo, nenek sedang keluar ya??  Ngomong-ngomong nenek berjualan dipasar mana ya bu??
“di pasar yang dekat dengan stasiun neng, katanya kamu mau datang hari ini makanya dia memutuskan untuk berjualan kentang disana sekaligus menunggu kedatanganmu”
“oo, gitu ya, matur nuwun mbok”
Sekelabat ingatan akan nenek yang berpapasan dengannya saat akan menyeberang jalan kembali teringat. Namun itoh kembali menepiskan segala macam kecemasan yang timbul dalam benaknya.
“sebentar lagi nenek pasti akan tiba, lebih baik saya menyiapkan makanan untuk nenek, pasti ia sudah lapar seharian berada dipasar”
Waktu terus berputar waktu telah menunjukkan pukul 6.30 pm, tapi nenek belum tiba juga. Seharusnya tiga jam yang lalu ia sudah tiba di rumah.
Tok..tok..tok... assalamu alaikum.. (terdengar suara laki-laki di luar rumah)
Waalaikum salam.. dengar terburu-buru itoh membuka pint, dan sontak ia kaget melihat sosok tubuh tegap berseragam cokelat muda dengan bawahan berwarna coklet tua, ya ia seorang polisi, namun ada apa kiranya dia datang kerumah ini???
Saya degar anda baru tiba dari jakarta dan informasi ini saya dapatkan dari tetangga sebelah, dan benar anda cucu dari nenek yang bernama Sukarsih??
“iya benar, ada apa ya???
“begini, tadi siang nenek anda mengalami kecelakaan di dekat terminal dan sekarang ia masih dirawat di rumah sakit, pihak rumah sakit membutuhkan wali dari keluarga untuk keperluan administrasi perawatan nenek anda, anda sebaiknya segera kesana”
“innalillah, sontak itoh tidak mampu menahan air matanya, sekelabat bayangan nenek yang ditemuinya kini mengisi tiap sel otaknya”
Dengan terburu-buru ia segara meleuncur ke rumah sakit, sekitar 20 menit, ia telah berada di depan rumah sakit. Dengan berhati-hati ia melangkah menuju ruang ICCU dan ia mendapati sesosok tubuh yang telah ditutup dengan sebuah selimut biru khas rumah sakit, apakah dia adalah nenekku??? Masitoh berupaya menepis gambaran itu, pasti ia salah memasuki ruangan.
“apakah anda masitoh”
Disekanya air mata yang mengalir dipipinya.
“ia, saya masitoh, ada apa ya??? Dan bagaimana anda mengenali nama saya???
“Sedari tadi nenek anda memanggil nama anda hingga nafas terakhirnya sekitar 5 menit yang lalu” jawab suster.
Seluruh tubuh itoh bergetar, ia tak berani mendekatai tubuh yang tertutup kain it... bibirnya menjadi keluh, lankgahnya menjadi begitu berat, setiap sel memeori yang menyimpan kenangan dengan sang nenek kembali terurai dikepala, setiap centi dari kerinduan kini mulai membuih.. itoh tak mampu menahan gejolak sakitnya batin yang ditinggal dan segudang kerinduan yang belum terobati membuat ia kehilangan kesadarannya...
“Seperti inikah Jawaban dari setiap kerinduan,
Jawaban dari setiap sesak yang semakin menyesakkan,
Haruskah ku menghakimi waktu
Untuk diriku yang terlalu takut menghadapi kenyataan hidup
Jika seperti ini jawaban kerinduan
Kumemilih untuk tidak mendapat jawaban dari-Mu”

TAMAT






                                                             

Tidak ada komentar:

Posting Komentar