JAWABAN
KERINDUAN
“Seperti inikah Jawaban dari setiap kerinduan,
Jawaban dari setiap sesak yang semakin menyesakkan,
Haruskah ku menghakimi waktu
Untuk diriku yang terlalu takut menghadapi kenyataan hidup
Jika seperti ini jawaban kerinduan
Kumemilih untuk tidak mendapat jawaban dari-Mu”
Pagi
itu, disebuah pegunungan yang tepat
berada
di pinggiran kota jember tepatnya
di sucopangepok, gadis kecil berusia sekitar 7 tahun
melangkahkan kakinya seiring dengan semilir dinginnya udara pagi pegunungan
yang masih menusuk, masitoh bersama sepatu lusuhnya dan tas yang terbuat dari
kantongan plastik yang berisi karung bekas dan sebuah buku tulis dan pensil ia
bergegas meninggalkan gubug tua yang reot termakan usia dan tak terurus.
Perjalanan yang perlu ditempuh untuk ke sekolah sekitar 3 km dari gubuk tempat
ia tinggal.
Masitoh
atau biasa disapa itoh merupakan seorang gadis cilik yang telah ditinggal cerai
oleh kedua orang tuanya, ibu dan ayahnya telah menikah kembali dan ia bertekad
untuk tidak mengikuti orang tuanya karena alasan sebuah cinta yang tulus untuk
mengabdi kepada sang nenek yang telah berbau tanah.
Dengan
langkah penuh semangat itoh menuju sekolahnya dengan harapan dapat mengubah
nasibnya kelak, dan menjadikan kedua orang tuanya bangga dan yang pasti sang
nenek tidak hidup digubuk tua lagi.
****
“Toh, kamu lagi ngapain?? Bukannya kamu mau
balik ke kampungmu ?”
Masitoh
yang masih melamun mengenang masa lalunya kini tersadar oleh panggilan teman
kosnya marni.
“Iya
, ni sudah siap-siap untuk berangkat.”
“Kamu
tidak membawa sepatu keberuntunganmu??”
“masyAllah saya lupa,
mar. Terima kasih telah mengingatkan”
Sebuah
sepeda motor berhenti di depan kosannya, ia adalah yusri teman kampusnya yang
akan mengantarkan masitoh ke terminal bus untuk melanjutkan perjalanannya dari jakarta menuju terminal bus rawamangun jakarta .
Didalam perjalannanya menuju terminal bus masitoh kembali pada lamunannya saat
ia masih tinggal bersama neneknya, dimana terkadang dalam sehari mereka hanya
bisa makan sehari karena sayuran yang didapatkan dari lahan pertanian yang
kurang atau bisa saja sang pemilik kebun yang tidak mau membagi sayurannya yang
tidak layak jual dipasaran. Menjadi pemulung sayuran sisa panen sangatlah
sulit, disaat beruntung bisa menemukan sayuran yang masih cukup baik sehingga
dapat dijual atau ekntang yang kecil namun tidak busuk, toh sayuran itupun
masih dapat ditukar dengan sesuap nasi.
‘tanpa
terasa air mata masitoh mengalir, mengapa tidak, ia telah meninggalkan neneknya
selama kurang lebih 15 tahun tanpa kabar sedikitpun dan hari ini akan kembali
kekampung halamannnya untuk memperlihatkan ijazah sarjana yang telah
digenggamnya.
Andaikan
saat itu ia mampu membiayayi biaya sekolah dit tidak akan mau ikut dengan
ibunya yang hidup dijakarta bersama ketiga adik tirinya. Tapi karena alasan
pendidikan maka ia mau mengikuti ibunya dan ibunyapun kini telah menjadi
seorang pegawai disebuah perusahaan swasta dengan penghasilan yang cukup untuk
membiayayai sekolah itoh dan ketiga adik-adikku
sehingga ia bisa mengirimkan sedikit uang ke neneknya di kampung.
Ingatan
masa lalu besama nenek untuk berjuang hidup selalu terngiang dan kehidupan itu
mulai membaik saat ibu mulai bangkit dari keterpurukanya akibat perceraian.
“Bus
rute jember menjadi incaranku,
harga yang murah pastinya menjadi”
“tiket
ke jember ya pak”
“harganya
75.000 neng”
“ngga
ada kelas yang lebih murah pak??
“semua
sudah penuh neng, yang tersisa hanya bus Suspensi Air”
Itoh
kemudian menghitung kembali perbekalan dompet, mengkalkulasikan kembali
pengeluaran yang akan dilakukannya untuk belanja baju buat sang nenek. Setelah
berpikir lama kemudian iapun meyetujuai harga tiket tersebut, rindu yang tak
tertahankan selama bertahun-tahun menghilangkan prinsip irit yang selalu
dilakukannya saat belanja.
“bush..bush..bushh”
hembusan asap hitam keluar dari kenalpot bus yang ditumpanginya, dengan laju
yang cukup kencang, tapi itoh masih merasa gelisah dengan laju bus tersebut,
dikarenakan ingin segera tiba perjalanan tersebut terasa begitu lama. Entah mengapa terbersit sekelabat rasa cemas,
gundah yang berkelabat dibenaknya.
“oh,
mungkin inilah bentuk keriduan yang telah tertahankan begitu lama”
Kerinduan
ini telah tertunda beberapa kali akibat kesibukan yang tidak dapat diindahkan
sehingga ia baru sempat untuk kembali saat ini.
“Laju
bus memburu bersama ingatan-ingatan tentang masa lalu, ujar masitoh dalam
benaknya”
Akhirnya
tibalah masitoh di stasiun bus kota
jember, kebetulan stasiun tersebut berdekatan dengan
pasar, maka masitoh menyempatkan diri untuk berbelanja sedikit oleh-oleh buat nenek dan
melanjutkan perjalanan dengan menggunakan angkutan umum ke sucopangepok.
Dengan
tergesa-gesa masitoh melangkahkan kakinya menyeberang jalan. Disudut jalan ia
melihat seorang nenek rentah yang juga akan menteberangi jalan tersebut,
nampaknya ia sedikit lelah sehingga saat melangkahpun kakinya seakan diseret.
“raut
wajah itu sepertinya tak asing bagiku???” ucap itoh
Namun
karena jarak yang agak jauh dan kerudung nenek yang menutupi sebagian wajahnya
membuat masitoh ragu akan ingatannya terhadap raut wajah tersebut, ditambah
lagi ia sedang terburu-buru menuju angkutan umum yang sedari tadi menunggunya diseberang jalan.
“itoh,
itoh....”
Ada
suara yang parau terdengar ditelingah itoh
namun karena terburu-buru itoh tak menepiskan panggilan tersebut. Itohpun naik
ke angkot namun matanya tetap tertangkap pada raut nenk tua itu, nampaknya sang
nenek akan menyeberangi jalan sebab ia tampak sedikit tegang hendak
menyeberangi jalan yang dipenuhi laju kendaraan beroda 2 dan 4, belum sempat masitoh
memperhatikan langkah sang nenek angkot telah melaju mengantarkanya ke gubuk
masa lalunya.
Deru mesin dan laju kendaraan mengiringi deru
kerinduan yang mencekik kerongkongan itoh, menanti tibanya waktu untuk
melepaskan setiap cekikan kerinduan yang tertahan selama berathun-tahun, deruan
ingatan masa lalu yang hendak segera dituntaskan melalui pertemuan. Langkah
yang sedikit terseok dan tergessa-gesa segera mengantarkan itoh berada di depan
pintu yang sama dimasa kecilnya, lapuk serta rayap tak dapat terhindarkan
menjadikan gambar yanga ada dihadapannya total seperti klise hitam putih.
“Assalamu
Alaikum nek, ini itoh nek”
“nek,
ini itoh nek”
Dari
dalam terdengar sedikitpun suara, kemudian tiba-tiba seseorang dari belakang
gubuk muncul.
“oh.
Itoh, kapan kamu datang nak??? Nenekmu sedang kepasar menjual kentang”
“oo,
nenek sedang keluar ya?? Ngomong-ngomong
nenek berjualan dipasar mana ya bu??
“di
pasar yang dekat dengan stasiun neng, katanya kamu mau datang hari ini makanya
dia memutuskan untuk berjualan kentang disana sekaligus menunggu kedatanganmu”
“oo,
gitu ya, matur nuwun mbok”
Sekelabat
ingatan akan nenek yang berpapasan dengannya saat akan menyeberang jalan
kembali teringat. Namun itoh kembali menepiskan segala macam kecemasan yang
timbul dalam benaknya.
“sebentar
lagi nenek pasti akan tiba, lebih baik saya menyiapkan makanan untuk nenek,
pasti ia sudah lapar seharian berada dipasar”
Waktu
terus berputar waktu telah menunjukkan pukul 6.30 pm, tapi nenek belum tiba
juga. Seharusnya tiga jam yang lalu ia sudah tiba di rumah.
Tok..tok..tok...
assalamu alaikum.. (terdengar suara laki-laki di luar rumah)
Waalaikum
salam.. dengar terburu-buru itoh membuka pint, dan sontak ia kaget melihat
sosok tubuh tegap berseragam cokelat muda dengan bawahan berwarna coklet tua,
ya ia seorang polisi, namun ada apa kiranya dia datang kerumah ini???
Saya
degar anda baru tiba dari jakarta dan informasi ini saya dapatkan dari tetangga
sebelah, dan benar anda cucu dari nenek yang bernama Sukarsih??
“iya
benar, ada apa ya???
“begini,
tadi siang nenek anda mengalami kecelakaan di dekat terminal dan sekarang ia
masih dirawat di rumah sakit, pihak rumah sakit membutuhkan wali dari keluarga
untuk keperluan administrasi perawatan nenek anda, anda sebaiknya segera
kesana”
“innalillah,
sontak itoh tidak mampu menahan air matanya, sekelabat bayangan nenek yang
ditemuinya kini mengisi tiap sel otaknya”
Dengan
terburu-buru ia segara meleuncur ke rumah sakit, sekitar 20 menit, ia telah
berada di depan rumah sakit. Dengan berhati-hati ia melangkah menuju ruang ICCU
dan ia mendapati sesosok tubuh yang telah ditutup dengan sebuah selimut biru
khas rumah sakit, apakah dia adalah nenekku??? Masitoh berupaya menepis
gambaran itu, pasti ia salah memasuki ruangan.
“apakah
anda masitoh”
Disekanya
air mata yang mengalir dipipinya.
“ia,
saya masitoh, ada apa ya??? Dan bagaimana anda mengenali nama saya???
“Sedari
tadi nenek anda memanggil nama anda hingga nafas terakhirnya sekitar 5 menit
yang lalu” jawab suster.
Seluruh
tubuh itoh bergetar, ia tak berani mendekatai tubuh yang tertutup kain it...
bibirnya menjadi keluh, lankgahnya menjadi begitu berat, setiap sel memeori yang
menyimpan kenangan dengan sang nenek kembali terurai dikepala, setiap centi
dari kerinduan kini mulai membuih.. itoh tak mampu menahan gejolak sakitnya
batin yang ditinggal dan segudang kerinduan yang belum terobati membuat ia
kehilangan kesadarannya...
“Seperti inikah Jawaban dari setiap kerinduan,
Jawaban dari setiap sesak yang semakin menyesakkan,
Haruskah ku menghakimi waktu
Untuk diriku yang terlalu takut menghadapi kenyataan
hidup
Jika seperti ini jawaban kerinduan
Kumemilih untuk tidak mendapat jawaban dari-Mu”
TAMAT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar